Tuesday, December 25, 2018

My love


Saat aku menulis ini, aku berada di rumah sakit. Tempat dimana banyak manusia sedang berjuang. Ada yang berusaha sembuh, ada yang berputus asa, ada yang meregang nyawa, dan ada pula yang menghantarkan nyawa.

Bertemu dengan seseorang yang kita kenal di Rumah Sakit akan membuat kita atau dia bertanya 'siapa yang sakit?' kali ini yang sakit adalah ayahku yang biasa kupanggil papa.

Papa nyaris 12tahun terkena stroke. 9 tahun diantaranya hanya terbaring ditempat tidur. Mama lah yang merawat papa setiap hari. 1x24 jam/7 hari dalam seminggu. Selama itu papa memang beberapa kali bolak balik rumah sakit, namun sekarang adalah kondisi papa yang paling buruk. Entah mengapa aku begitu tidak senang ketika ada orang yang bilang 'papa itu sudah lama, kamu harus ikhlas, mungkin papa masih bertahan karena ada yang belum ikhlas'. Ikhlas bagaimana yang dia maksudkan? Ikhlas melihat orang tua meninggal? Apa bisa kuikhlaskan saat tubuhnya masih hangat? Saat nafasnya masih terasa, saat rejekinya masih ada? Tidak! Tidak bisa kuikhlaskan sekarang. Aku masih berdoa pada Allah agar diangkatkan penyakit papa sampai ke akar-akarnya. Tak sedikitpun kuanggap hal itu mustahil karena tak ada yang mustahil dimuka bumi ini. Terlalu egois. Ya! Memang egois. Lantas mau apa?

Atau, kadang ada orang yang berkata 'lama sekali ayahmu sakit. Aku bertanya-tanya pada Tuhan, dosa apakah dia hingga Tuhan membuatnya seperti ini?' Duhai manusia, kenapa tak kau ingat saja apa dosamu? Tak usah kau cari-cari dosa orang lain yang hanya akan membuatmu berdosa. Bahkan Tuhan saja berkata tak ada satupun kesakitan yang tak menghapus dosa pesakit tersebut. 11 tahun dihapuskan dosa-dosa papa. Semoga jikapun papa mengakhiri hidupnya, aku berharap telah habis dosanya dan masuklah ia kedalam surga tanpa hisab.

Atau bahkan para penjenguk yang berkata 'kemarin bapak itu meninggal juga. Dia orang baik, meninggalnya tidak lama'. Apakah Indikator orang baik itu adalah proses kematiannya cepat? Ada pencuri yang baru saja mencuri dan tertabrak lalu meninggal ditempat. Ada pemabuk yang masih mabuk dan terjatuh dari atap rumah lalu mati seketika. Apakah mereka manusia suci dan layak mendapatkan predikat baik? Kenapa tak kau tahan saja ucapanmu sebagai penjenguk yang dapat menentramkan hati keluarga pasien? Ayahku bukan manusia sempurna tapi sungguh dialah cinta pertamaku yang mengajarkanku huruf hijaiyah, mengajarkanku sholat, membawaku kemanapun dia pergi dan memebesarkanku. Dialah hero ku sebagaimana kalian menganggap ayah kalian adalah hero, begitu pula aku.

Di rumah sakit ini, Kupegang tangannya yang dulu dengan tangan itulah ia menjemput rizki. Usianya yang tak lagi muda, tangannya yang kian mengkeriput, dan tubuhnya yang lemah tidak membuatku letih untuk terus mencintainya. Aku selalu gagal untuk mengingat permintaanku yang ditolak papa. Pernah suatu ketika kumeminta sepeda darinya. Tapi papa bilang papa tak mau membelikan sepeda untuk anak perempuan nya, lalu keesokan harinya saat pulang sekolah, kulihat ada otoped di depan kamarku. Ada pengganti dari permintaan yang tak dapat dipenuhi.

Aku juga ingin menceritakan seberapa besar cinta mama. Malaikat kami yang selalu berada disamping papa tak peduli apapun kondisi papa. Jika ditanya siapalah yang paling terguncang jika papa sakit? Jawabannya adalah mama. Siapa yang tak pilu mendengar tangisan ibu disepertiga malam hingga subuh. "Lihatlah sarung papa, semuanya bersih" kata mama sambil menangis. Biasanya 6 buah sarung akan kotor perhari karena mama sangat telaten mengurus papa. Sambil melipat sarung-sarung papa mama bilang : " mama pengen papa pulang. Mama minta sama Allah kesempatan untuk mengurus papa lagi". Bidadariku, baginya 11 tahun mengurus papa yang terbaring sakit belum cukup. 11 tahun nyaris tak keluar rumah tak menjadi masalah baginya. Sebulan sekali pergi ke bank hanya untuk mengambil uang pensiun saja terasa lama untuknya. Ketika diajak pergi keluar kota sebentar hanya untuk menengok cucu misalnya, selalu saja ingin cepat pulang karena tak ingin berlama-lama berpisah dengan papa. Pernah kutanya pada mama, 'ma, apa sedemikian besar cinta mama pada papa sehingga mama bertahan mengurus papa. Apakah pernah terlintas dibenak mama untuk meninggalkan papa?'. Mama menjawab, ' tak pernah terlintas dibenak mama untuk meninggalkan papa. Jikalau yang mama lakukan ini karena cinta kepada papa semata, maka sudah pasti mama telah lama meninggalkan papa. Cinta kepada manusia tak cukup kuat untuk menghadapi semua ini. Tapi mama melakukan nya karena cinta kepada Allah. Maka semua menjadi ringan dan menjadi sumber energi baru yang setiap pagi seperti terisi penuh kembali'. Mama, 'malaikat' kami dirumah yang tak sempurna namun menyempurnakan semua kepingan episode dalam hidup kami sekeluarga. Mama menjadi pondasi keluarga kami sejak lama. Menguatkan rumah kami dari berbagai hantaman dari luar maupun dari dalam. Kelak, aku ingin menjadi seperti mama dengan semua kebaikannya.

Melalui tulisan ini, aku ingin menyampaikan rasa cintaku pada kedua orangtua ku. Kepada papa, my first love, manusia pertama yang menyambutku keluar dari rahim mama, mengazaniku dan membesarkanku hingga saat ini. Kepada mama, my first friend, my best friend and my forever friend.


Tanjung uban, 25 desember 2018
With love,


Acha astecia
A daughter who has many mistake.

No comments:

Post a Comment

Padang ke Medan Jalur Darat

  Saya dan teman memutuskan untuk pergi ke Medan jalur darat. Ada satu alasan utama dalam pengambilan keputusan ini, yaitu Antigen. Kami kha...