Tuesday, August 30, 2022

Padang ke Medan Jalur Darat

 

Saya dan teman memutuskan untuk pergi ke Medan jalur darat. Ada satu alasan utama dalam pengambilan keputusan ini, yaitu Antigen. Kami khawatir terpapar covid dijalan sehingga kalau nanti positif dan harus isolasi selama 2 minggu. Bukan hanya ke Medan, bahkan balik ke Batam pun tak bisa. Selain itu, meski bukan alasan utama, harga tiket pesawat dari Padang ke Medan sangatlah mahal padahal menurut saya jarak itu dekat saja. Bahkan harganya saat itu lebih mahal daripada pesawat rute Batam-Jakarta. Saya dan Lily berangkat dari bukit tinggi. Sebenarnya bisa saja dari padang, tergantung saat itu berada dimana. Karena saya dari batu sangkar, jarak terdekat yaitu bukit tinggi. Karena kalau dari padang, akan balik lagi dan nanti dari padang melewati bukit tinggi juga. Jadi bolak balik kan. Penting untuk mengetahui rute bus juga. Kalau ragu, teman-teman bisa juga datang ke loket bus nya untuk bertanya tentang rute bila ada rencana mengunjungi beberapa kota di sumatera barat. Waktu itu, saya dan teman booking bus dari traveloka. Saya sampai ditelpon oleh pihak busnya untuk memastikan kalau kami adalah “penumpang yang membeli jalur online” sampai pihak bus nya sendiri bertanya berkali-kali kenapa kami ga beli tiketnya langsung aja? Khawatir terhadap ga kebagian tiket membuat saya dan Lily memutuskan untuk memesannya saja terlebih dahulu.

Di aplikasi, tertera jarak tempuh selama 21 jam. Bus diberangkatkan harusnya pada puluk 13.00 namun nyatanya baru mulai jalan pada pukul 15.00. Baru 20 menit bus berjalan, Lily sudah mual, pusing, puyeng dan segala hal lainnya. Saya masih menikmati music dan pemandangan yang aduhai. Menjelang magrib, kami diberhentikan di sebuah rumah makan yang ada mushola dan masjid. Lalu saya makan masakan padang. Sebenarnya perut saya sudah sangat menolak makan masakan minang lagi. Begini, masakan padang juara nomor satu. Favorite saya banget. Tapi, masakan padang di daerah saya. Buat saya masakan padang di Sumatera Barat rasanya berbeda dan agak kurang cocok di lidah saya. Lily, sudah mabuk dan tak bisa makan. Ia memesan soto dan yang datang tentu saja adalah soto padang. Dia tak bisa memakannya karena sudah mabuk duluan, alhasil, saya lagi yang menghabiskan. Kan sayang kalau tidak dihabiskan. hehehe

Ketika bus berangkat lagi, waktu melewati kelok Sembilan, mabuk Lily bertambah parah. Saya diamkan saja karena sejujurnya saya juga sudah mulai pusing dan mual. Begitu terus hingga kami sampai keesokan hariinya pukul 17.00. 26 jam di bus benar-benar pengalaman baru buat saya. Hal yang paling menyengsarakan adalah buang air. Bus hanya berhenti beberapa kali dan kami tidak bisa bolak balik toilet sesuka hati. Bisa sih menggunakan toilet di bus. Hanya, saya yang berpostur besar ini benar2 tidak nyaman buang air disana. Belum lagi khawatir najis kemana-mana malah sholat jadi tidak sah. Ah sungguh dilema. Buat temen-temen yang berniat pergi ke medan dari padang jalur darat, pastikan kondisi tubuh benar-benar fit ya.

Oia, saya jadi tau mengapa tiket pesawat mahal sekali. Karena sepanjang perjalanan saya melihat rumah makan banyak sekali dan tak terhingga. Kalau tiket pesawat dibuat murah, maka habislah mata pencaharian sepanjang jalan itu. Rupanya, ada maksud dari sisi ekonomi ya. 

Wednesday, August 3, 2022

Makan Sate Padang di Padang

 

“Muat ga?” Tanya Bang Mai

“Muat kok,” jawab Saya. Padahal udah berasa mau gepeng badan Saya.

Saya dan teman Saya, Lily, kali ini akan mengunjungi Sumatera Barat. Di Bandara, Saya bertemu dengan teman kantor lama Saya yang juga sedang mudik. Bagi orang-orang LDM, ada dua tanggal merah dalam satu minggu adalah harta karun. Begitu juga dengan Saya yang gila jalan. Belum tahun baru saja Saya sudah melihat jadwal tanggal merah ditahun depan.

Hati Saya senang ketika mendapat tumpangan dari Bang Mai meskipun harus sempit-sempitan dimobil yang dengan kapasitas 4 orang, diisi oleh 6 orang. Tapi namanya bantuan apalagi gratis begini, dalam kondisi apapun Saya dan Lily senang sekali menerimanya.

Setelah diturunkan di Mesjid Raya Sumbar, Saya dan Lily lompat kegirangan karena akhirnya bisa sampai ke Mesjid yang super duper bagus dan selama ini hanya bisa kami lihat dilayar ponsel kami. Masjid yang memakan waktu pembangunan selama 11 tahun terhitung sejak peletakan batu pertama ini akhirnya diresmikan pada tanggal 4 Januari 2019. Bentuknya yang minang banget membuat masjid ini berbeda dari yang lain. Sebelum foto-foto, perut Saya lapar luar biasa karena perjalanan cukup menguras tenaga (memang aja Saya gampang lapar dan susah kenyang). Disekitaran masjid ada yang jual makanan. Kami pun segera memesan makanan dari tempat yang paling dekat saja supaya bisa memaksimalkan waktu. Saya terkaget-kaget karena ternyata di Padang ada yang menjual sate padang di siang hari. Di daerah Saya, sate padang hanya dijual pada malam hari. Namun entah kenapa rasanya kurang cocok dilidah Saya.Saya juga berencana untuk makan sate lidah sapi karena menurut teman-teman, sate lidah sapi enak dan di daerah Saya belum ada. Namun sekali lagi Saya kurang beruntung karena Uni-sate-padang-siang-hari tidak menjual sate lidah. Saya berencana mencobanya nanti malam.

Setelah puas berfoto-foto Saya dan Lily kembali ke penginapan. Namun mendekati magrib kami kembali ke masjid karena ingin melaksanakan sholat disana lagi. Berhubung besok kami sudah berangkat lagi menuju Tanjung Barulak, Batu Sangkar. Setelah sholat, kami memutuskan untuk makan di restaurant sate padang. Restaurant specialist sate padang. Dalam perjalanan kesana, Saya dan Lily digodain sama abang-abang Satpol PP yang akhirnya meminta nomor hp. Ceritanya panjang sekali, dari mulai mau kemana saja sampai berapa UMR di daerah kami sampai Saya berkode ke Lily karena Saya sudah lapar lagi. Akhirnya kami pun terlepas dari jeratan perkenalan yang tidak diinginkan.

Saya dan Lily makan sate lidah dan banyak jenis sate yang lainnya sampai 180ribu. Sate padang paling mahal yang pernah Saya makan meskipun bukan yang paling terenak dilidah Saya. Duh, soal selera Saya cerewet sekali.

Selesai makan kami kembali ke penginapan yang horror abis. Ini bukan makna konotasi tapi benar-benar horror. Kondisi asli dan yang tergambar di situs sangat jauh berbeda. Waktu baru datang, Saya dan Lily mengangkat koper ke lantai 3 sendirian tanpa dibantu. Memang penginapannya murah tapi kalau di Batam, seharga begini sudah sangat bagus. Minimal sangat bersih. Saya dan Lily hanya saling pandang-pandangan. “Apa mau pindah penginapan?” Tanya Lily.

“Ah, ga usah. Saya hafal Ayat Kursi.” Kata Saya pada Lily.

Padang ke Medan Jalur Darat

  Saya dan teman memutuskan untuk pergi ke Medan jalur darat. Ada satu alasan utama dalam pengambilan keputusan ini, yaitu Antigen. Kami kha...