Saya dan teman memutuskan untuk pergi ke Medan jalur darat.
Ada satu alasan utama dalam pengambilan keputusan ini, yaitu Antigen. Kami
khawatir terpapar covid dijalan sehingga kalau nanti positif dan harus isolasi
selama 2 minggu. Bukan hanya ke Medan, bahkan balik ke Batam pun tak bisa.
Selain itu, meski bukan alasan utama, harga tiket pesawat dari Padang ke Medan
sangatlah mahal padahal menurut saya jarak itu dekat saja. Bahkan harganya saat
itu lebih mahal daripada pesawat rute Batam-Jakarta. Saya dan Lily berangkat
dari bukit tinggi. Sebenarnya bisa saja dari padang, tergantung saat itu berada
dimana. Karena saya dari batu sangkar, jarak terdekat yaitu bukit tinggi.
Karena kalau dari padang, akan balik lagi dan nanti dari padang melewati bukit
tinggi juga. Jadi bolak balik kan. Penting untuk mengetahui rute bus juga.
Kalau ragu, teman-teman bisa juga datang ke loket bus nya untuk bertanya
tentang rute bila ada rencana mengunjungi beberapa kota di sumatera barat.
Waktu itu, saya dan teman booking bus dari traveloka. Saya sampai ditelpon oleh
pihak busnya untuk memastikan kalau kami adalah “penumpang yang membeli jalur
online” sampai pihak bus nya sendiri bertanya berkali-kali kenapa kami ga beli
tiketnya langsung aja? Khawatir terhadap ga kebagian tiket membuat saya dan Lily
memutuskan untuk memesannya saja terlebih dahulu.
Di aplikasi, tertera jarak tempuh selama 21 jam. Bus
diberangkatkan harusnya pada puluk 13.00 namun nyatanya baru mulai jalan pada
pukul 15.00. Baru 20 menit bus berjalan, Lily sudah mual, pusing, puyeng dan
segala hal lainnya. Saya masih menikmati music dan pemandangan yang aduhai.
Menjelang magrib, kami diberhentikan di sebuah rumah makan yang ada mushola dan
masjid. Lalu saya makan masakan padang. Sebenarnya perut saya sudah sangat
menolak makan masakan minang lagi. Begini, masakan padang juara nomor satu.
Favorite saya banget. Tapi, masakan padang di daerah saya. Buat saya masakan
padang di Sumatera Barat rasanya berbeda dan agak kurang cocok di lidah saya. Lily,
sudah mabuk dan tak bisa makan. Ia memesan soto dan yang datang tentu saja
adalah soto padang. Dia tak bisa memakannya karena sudah mabuk duluan, alhasil,
saya lagi yang menghabiskan. Kan sayang kalau tidak dihabiskan. hehehe
Ketika bus berangkat lagi, waktu melewati kelok Sembilan,
mabuk Lily bertambah parah. Saya diamkan saja karena sejujurnya saya juga sudah
mulai pusing dan mual. Begitu terus hingga kami sampai keesokan hariinya pukul
17.00. 26 jam di bus benar-benar pengalaman baru buat saya. Hal yang paling
menyengsarakan adalah buang air. Bus hanya berhenti beberapa kali dan kami
tidak bisa bolak balik toilet sesuka hati. Bisa sih menggunakan toilet di bus.
Hanya, saya yang berpostur besar ini benar2 tidak nyaman buang air disana.
Belum lagi khawatir najis kemana-mana malah sholat jadi tidak sah. Ah sungguh
dilema. Buat temen-temen yang berniat pergi ke medan dari padang jalur darat,
pastikan kondisi tubuh benar-benar fit ya.
Oia, saya jadi tau mengapa tiket pesawat mahal sekali.
Karena sepanjang perjalanan saya melihat rumah makan banyak sekali dan tak
terhingga. Kalau tiket pesawat dibuat murah, maka habislah mata pencaharian
sepanjang jalan itu. Rupanya, ada maksud dari sisi ekonomi ya.