“Muat ga?” Tanya Bang Mai
“Muat kok,” jawab Saya. Padahal udah berasa mau gepeng badan
Saya.
Saya dan teman Saya, Lily, kali ini akan mengunjungi Sumatera
Barat. Di Bandara, Saya bertemu dengan teman kantor lama Saya yang juga sedang
mudik. Bagi orang-orang LDM, ada dua tanggal merah dalam satu minggu adalah
harta karun. Begitu juga dengan Saya yang gila jalan. Belum tahun baru saja Saya
sudah melihat jadwal tanggal merah ditahun depan.
Hati Saya senang ketika mendapat tumpangan dari Bang Mai
meskipun harus sempit-sempitan dimobil yang dengan kapasitas 4 orang, diisi
oleh 6 orang. Tapi namanya bantuan apalagi gratis begini, dalam kondisi apapun Saya
dan Lily senang sekali menerimanya.
Setelah diturunkan di Mesjid Raya Sumbar, Saya dan Lily
lompat kegirangan karena akhirnya bisa sampai ke Mesjid yang super duper bagus
dan selama ini hanya bisa kami lihat dilayar ponsel kami. Masjid yang memakan
waktu pembangunan selama 11 tahun terhitung sejak peletakan batu pertama ini
akhirnya diresmikan pada tanggal 4 Januari 2019. Bentuknya yang minang banget
membuat masjid ini berbeda dari yang lain. Sebelum foto-foto, perut Saya lapar
luar biasa karena perjalanan cukup menguras tenaga (memang aja Saya gampang
lapar dan susah kenyang). Disekitaran masjid ada yang jual makanan. Kami pun
segera memesan makanan dari tempat yang paling dekat saja supaya bisa
memaksimalkan waktu. Saya terkaget-kaget karena ternyata di Padang ada yang
menjual sate padang di siang hari. Di daerah Saya, sate padang hanya dijual
pada malam hari. Namun entah kenapa rasanya kurang cocok dilidah Saya.Saya juga
berencana untuk makan sate lidah sapi karena menurut teman-teman, sate lidah
sapi enak dan di daerah Saya belum ada. Namun sekali lagi Saya kurang beruntung
karena Uni-sate-padang-siang-hari tidak menjual sate lidah. Saya berencana
mencobanya nanti malam.
Setelah puas berfoto-foto Saya dan Lily kembali ke
penginapan. Namun mendekati magrib kami kembali ke masjid karena ingin
melaksanakan sholat disana lagi. Berhubung besok kami sudah berangkat lagi
menuju Tanjung Barulak, Batu Sangkar. Setelah sholat, kami memutuskan untuk
makan di restaurant sate padang. Restaurant specialist sate padang. Dalam perjalanan
kesana, Saya dan Lily digodain sama abang-abang Satpol PP yang akhirnya meminta
nomor hp. Ceritanya panjang sekali, dari mulai mau kemana saja sampai berapa
UMR di daerah kami sampai Saya berkode ke Lily karena Saya sudah lapar lagi. Akhirnya
kami pun terlepas dari jeratan perkenalan yang tidak diinginkan.
Saya dan Lily makan sate lidah dan banyak jenis sate yang
lainnya sampai 180ribu. Sate padang paling mahal yang pernah Saya makan
meskipun bukan yang paling terenak dilidah Saya. Duh, soal selera Saya cerewet
sekali.
Selesai makan kami kembali ke penginapan yang horror abis. Ini
bukan makna konotasi tapi benar-benar horror. Kondisi asli dan yang tergambar
di situs sangat jauh berbeda. Waktu baru datang, Saya dan Lily mengangkat koper
ke lantai 3 sendirian tanpa dibantu. Memang penginapannya murah tapi kalau di
Batam, seharga begini sudah sangat bagus. Minimal sangat bersih. Saya dan Lily
hanya saling pandang-pandangan. “Apa mau pindah penginapan?” Tanya Lily.
“Ah, ga usah. Saya hafal Ayat Kursi.” Kata Saya pada Lily.
No comments:
Post a Comment